![]() |
Manuskrip Lampung, Foto : Solopos.com |
Lirilir.id, – Puluhan manuskrip terkait sejarah penyebaran Islam di Lampung berhasil diungkap oleh tim peneliti Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama. Naskah kuno itu selama ini disimpan oleh perorangan maupun lembaga adat dan belum pernah dilakukan kajian mendalam.
Baca juga
Pada riset yang dilakukan pada 2019, tim peneliti menemukan sedikitnya 42 manuskrip Lampung. Manuskrip itu tersebar di Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung, Lampung Timur, Lampung Utara, Lampung Barat, dan Pesisir Barat.
Sebagian besar manuskrip itu bercerita tentang ajaran agama, khususnya Islam, adat istiadat, sejarah, dan hikayat. Manuskrip itu ditulis dalam kertas dari Eropa, kulit kayu hitam, dan tanduk kerbau. Aksara dan bahasa yang digunakan pun beragam mulai aksara Lampung, Arab, bahasa Melayu, Serang, Lampung, Bengkulu, dan Jawa.
Diantara manuskrip Lampung yang berhasil diungkap adalah manuskrip Al-Qur’an yang diperkirakan ditulis antara akhir abad ke-17 dan awal abad ke-18. Manuskrip ini milik Darwis bin Muhammad Yusuf bergelar Suttan Penyimbang.
Ia biasa dipanggil dengan sebutan Among Dalom, dari Buay Benyata yang merupakan keturunan ke-18 dari Umpu Benyata yang berdomisili di Pekon Luas, Kecamatan Belalau.
Zulkarnain Yani, tim peneliti Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama seperti dilansir slopos mengatakan : Manuskrip ini merupakan bukti dan mempertegas bahwa penyebaran agama Islam di Lampung Barat juga disebarkan oleh para ulama dari Banten.
![]() | ||
|
Undang-Undang Adat Krui
Selain manuskrip Al-ur’an, tim peneliti juga menemukan naskah Undang-Undang Adat Krui. Naskah ini memiliki nilai-nilai luhur perilaku masyarakat Lampung yang dirangkum dalam lima falsafah hidup. Kelima nilai itu meliputi pi’il senggiri, sakai sembayan, nemui nyimah, mengah nyappur, dan bejuluk beadek.- Pi’il senggiri merupakan prinsip mengedepankan harga diri dalam berperilaku untuk menegakkan nama baik dan martabat pribadi maupun kelompoknya.
- Lalu, sakai sembayan adalah prinsip hidup mengedepankan gotong royong, tolong-menolong dan saling memberi.
- “Nemui nyimah adalah prinsip hidup mengedepankan kemurahan hati dan ramah tamah terhadap semua pihak yang berhubungan dengan mereka. Berikutnya, nengah nyapur adalah prinsip mengedepankan keterbukaan,” kata Zulkarnain.
- Sedangkan, bejuluk beadek merupakan gelar oleh orang dalam kelompoknya sebagai panggilan. Orang yang belum menikah diberi gelar juluk (bejuluk). Setelah menikah, ia diberi gelar adek (beadek).
Nilai-nilai Islam yang terkandung di dua pasal yang dikaji adalah konsisten dengan perjanjian, bekerja sama dalam kebaikan, dan larangan bersifat tamak atau rakus.
Hidayat Nabi Bercukur
Dalam manuskrip Lampung tim peneliti juga menemukan naskah Hidayat Nabi Bercukur versi aksara Lampung. Naskah ini ditemukan dalam koleksi Abdul Roni, Ratu Angguan di Tanjung Karang. Naskah ditulis dalam bahasa Jawa Sasak, Sunda, Arab, Aceh, Makassar dan Melayu. Naskah ini juga ditulis dengan aksara Lampung berbahasa Melayu yang dipengaruhi bahasa Serang.
Naskah Hidayat Nabi Bercukur membuktikan upaya Islamisasi di tanah Melayu, khususnya Lampung. Hal ini juga menjadi bukti sarana dakwah Islam pada masa itu.
Tradisi bercukor mempunyai makna yang penting dalam masyarakat Lampung. Bercukor adalah membuang rambut bawaan dari dalam kandungan. Kegiatan ini bersumber dari adat istiadat dan berkembang sesuai agama Islam yang dianut masyarakat Lampung.
“Hasil riset juga menemukan masyarakat adat Lampung sangat berhati-hati dan cenderung tertutup untuk memberikan akses kepada orang lain yang baru dikenalnya. [orang baru akan kesulitan] untuk melihat dan membaca koleksi naskah-naskah kuno yang dimilikinya apalagi untuk didata dan didigitalkan,” terang Zulkarnain.
Rekomendasi
Dari hasil riset manuskrip Lampung itu, tim peneliti Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama memberikan sejumlah rekomendasi. Pertama, perlu inventarisasi manuskrip yang maish disimpan perseorangan maupun kelembagaan.
Kedua, Pemprov Lampung perlu menerbitkan Peraturan Gubernur untuk menyelamatkan manuskrip yang masih “berserakan” di masyarakat. Untuk melakukan hal ini, Pemprov Lampung bisa melibatkan peneliti manuskrip baik di Balai Bahasa Lampung, kurator Museum Negeri Provinsi Lampung, dan lainnya.
Berikutnya, Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Lampung bisa terlibat melakukan inventarisasi karya-karya ulama Nusantara yang ada di pondok pesantren seluruh Lampung. Hasilnya akan menjadi database penting.
Terakhir, penyusunan dan penerbitan katalog naskah Lampung baik berupa hardcopy maupun secara online. #
Sumber : Solopos.com
Posting Komentar