Islam dan Budaya Jawa

 


Lirilir.id,- Islam dan budaya lokal mempunyai relasi yang unik dan tak terpisahkan, bahkan saling mempengaruhi. Hal ini terjadi karena sebelum Islam masuk di suatu daerah, masyarakat yang mendiami daerah tersebut telah memiliki kebudayaan sebagai nilai kesepakatan bersama yang dijunjung tinggi agar masyarakat dapat hidup di dalamnya secara baik, damai, dan bahagia. Hanya saja nilai-nilai budaya ini hanya berlaku lokal, partikular, relatif dan temporer. Sedangkan nilai-nilai Agama adalah sesuatu yang final, universal, abadi dan tidak mengenal perubahan (absolut).

Dalam berinteraksi dengan budaya lokal, Islam tidak kaku (rigid) dalam menghadapi zaman dan perubahannya. Islam selalu tampil dalam bentuk yang luwes pada saat berhadapan dengan masyarakat yang beraneka ragam dalam budaya, adat kebiasaan atau tradisi.

Di arab sendiri, sebelum Islam datang masyarakat disana telah memiliki sistim budaya dan tradisi yang mereka warisi secara turun temurun. Interaksi antara budaya lokal arab dan Islam kemudian melahirkan akulturasi budaya yang bisa kita lihat hingga sekarang. Sumanto Al-qurtubi orang jawa yang menjadi dosen di Arab Saudi mencontohkan Hijab, Jubah dan Jenggot adalah budaya arab yang sudah identic dengan Islam.

Sebagai orang awam kita kadang sulit memisahkan mana budaya arab dan mana ajaran Islam ?. Menurut Sumanto hal ini sangat mudah dibedakan, kalau apa yang oleh umat Islam klaim sebagai “ajaran, norma atau kebudayaan Islam” itu ternyata kok dipraktekkan oleh umat non-Muslim Arab berarti itu tradisi dan kebudayaan Arab. Berjubah, berhijab dan berjenggot juga dipraktekkan oleh masyarakat Arab non-Muslim. Demikian pula “Bahasa Arab” yang juga dipraktekkan oleh masyarakat Arab, apapun agama mereka.

Singkatnya, hijab, jubah dan jenggot ini sudah menjadi “shared cultures” di antara masyarakat Arab, baik Muslim/Muslimah maupun bukan. Bahkan bukan hanya masyarakat Arab saja tetapi juga masyarakat dari etnis lain yang tinggal di kawasan Timur Tengah atau “Middle Eastern”. Bahwa dalam sejarahnya, ada tradisi dan kebudayaan Arab itu yang kemudian “diislamkan” (menjadi bagian dari norma Islam). Memang dalam sejarah perkembangan agama-agama di dunia ini, ada banyak budaya yang diagamakan, adapula banyak norma-norma agama yang dibudayakan (islamindonesia.id).

Begitu juga di Jawa, Sebelum Islam dating ada kepercayaan lama yang telah berkembang lebih dulu, yaitu agama Hindu-Budha yang pada masa itu banyak dipeluk oleh kalangan kerajaan-kerajaan, sedangkan kepercayaan asli yang bertumpu pada animisme dipeluk oleh kaum awam. Walaupun ketiga kepercayan lama itu berbeda namun bertumpu pada satu titik yang sama yaitu kental dengan nuansa mistik dan berusaha mencari sangkan paraning dumadi (kemana tujuan nantinya setelah hidup manusia berakhir) dan mendambakan manunggaling kawula gusti (menyatunya manusia dengan Tuhan).

Salah satu akulturasi Islam dan budaya Jawa seperti di lansir dari buku Islam dan Budaya Jawa karya Imam Subqi, dkk yaitu ritual adat atau kebudayaan lama yang masih berjalan hingga sekarang, misalnya Nyadran, meronan, dandangan, besaran, sekaten, grebeg, labuhan, slametan, ruwatan, tirakat, ziarah ke makam, wayang dan lain lain yang dilakukan secara turun-temurun.

Masyarakat Jawa yang mayoritas beragama Islam hingga sekarang belum bisa meninggalkan tradisi dan budaya Jawanya, meskipun terkadang tradisi dan budaya itu bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam. Memang ada beberapa tradisi dan budaya Jawa yang dapat diadaptasi dan terus dipegangi tanpa harus berlawanan dengan ajaran Islam, tetapi banyak juga yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Islam merespon budaya lokal, adat atau tradisi di manapun dan kapanpun, dan membuka diri untuk menerima budaya lokal, adat atau tradisi sepanjang tidak bertentangan dengan spirit nash al-Quran dan al-Sunnah. Masyarakat Jawa yang memegang ajaran Islam dengan kuat tentunya dapat memilih dan memilah budaya Jawa yang masih dapat dipertahankan tanpa harus bertentangan dengan ajaran Islam.
(Redaksi)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama